Awali segala aktifitasmu hari ini dengan senyuman!!!

Arsip Penulis

Resiko menikah dengan Akuntan

Saya menikahi wanita yang memiliki karir profesional: AKUNTAN PUBLIK. Ya, dia adalah seorang auditor. Dan coba tebak apa yang dilakukannya …

1. Dia menyuruhku untuk menggunakan metode FIFO saat mengambil makanan yang disimpan di kulkas. Aduh…

2. Dia menganggapku tidak berbakat dalam bermain dengan angka. Aku sihh no problem, makanya dia yang mengurus anggaran rumah tangga. Eh, tiap akhir bulan dia bikin invoice tagihan profesional fee sama aku. Waktu kubilang kalau aku ini suaminya, bukan klien-nya, dia malah minta advance payment.

3. Aku heran kenapa pengeluaran terus meningkat steadily, sehingga suatu hari, aku mengintip kertas-kertas yang ada di ordner berlabel “Current File”. Tak heran! Dia rupanya men-charge mileage (jarak) dan overtime ke dalam anggaran rumah tangga. Dia juga menagihkan Out of Pocket Expense ke dalamnya. Dia gila, dan aku udah bilang itu ke dia. Eh, dia malah bilang, “Ya enggaklah sayang, aku kan auditor…”

4. Setiap lembar kertas di rumah dicopy dan difilekan. Alasan dia, ada peraturan yang mengharuskan dia memaintain copy hasil kerjanya selama 10 tahun. Aku sungguh-sungguh khawatir…

5. Dia bilang kalau dia cinta aku, dan aku bilang kalau aku cinta dia juga. Tapi tetap aja, dia tidak pernah percaya. Katanya, ada kemungkinan terjadi mis-statement. Dan dia memintaku membuat Representation Letter mengenai masalah ini… Duhh

6. Tahun lalu laporan keuangan rumah kami mendapatkan opini ”Qualified” karena aku gak menyimpan supporting document atas expensesku.

7. Awalnya aku heran, kenapa setiap akhir tahun selalu berdatangan surat-surat dari seluruh famili, kolega, termasuk warung di depan rumah. Ternyata, istriku mengirimi Confirmation Letter kepada mereka semua. Waktu aku protes, dia bilang, konfirmasi dari pihak eksternal lebih realible. Cape deh…
8. Waktu dia masak, dia sering tidak mengikuti resep. Dalam resep tertulis, tambahkan setengah sendok garam, atau satu sendok teh gula, atau setengah gelas air, dia selalu tidak peduli. Dia bilang kalau itu tidak material bila dibandingkan dengan seluruh menu yang disiapkan.

9. Aku bilang, dia itu gila. Tapi anehnya, semua orang bilang kalau dia auditor. Di kamus, ternyata kata “auditor” bukan sinonim untuk kata “gila”. Pasti kamusnya ketinggalan zaman.

10. Waktu kami menikah, dia memberikan Engagement Letter padaku. Awalnya aku bilang, “Oh, makasih ya sayang …” Ternyata setiap tahun dia memberikan surat yang sama. Katanya, standar-nya mengharuskan dia melakukan itu bila ada indikasi kalau aku keliru memahami tujuan dan scope dari Engagement. Dia juga bilang, aku tidak bisa pisah dari dia begitu saja. Dia punya hak untuk didengar sebelum aku menunjuk orang lain. Dan dia juga menegaskan bila aku menunjuk orang lain menggantikan dia, maka harus ada komunikasi antara dia dan penggantinya, agar dia bisa menyampaikan keberatan profesionalnya. Mati kita…

11. Phew … Kadang kala, aku berpikir, kalau dia membahayakan going concern-nya pernikahan ini. Duh … Kok aku jadi kebawa-bawa dia …

12. Ku kira pernikahanku ini sudah cukup gila, tapi ternyata ada temanku yang juga kawin dengan akuntan, punya cerita yang lebih parah. Istrinya meng-kapitalisasi biaya pernikahan sebagai Preliminary Expenses, dan meng-amortisasi-nya setiap tahun. Biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum berumah tangga, juga dikapitalisasi sebagai biaya pra-pernikahan. Juga, waktu yang dihabiskannya selama pacaran sebelum menikah sedang dalam proses valuasi, untuk dimasukkan sebagai intangible assets.

Teman-teman, berpikirlah dua kali sebelum menikahi auditor. Kalau kau sudah berpikir dua kali dan tetap memutuskan untuk menikahinya, pikirkan dua kali lagi. Kau harus mempertimbangkan besar risk sebelum memulai engagement. Duh … Aku ternyatajuga sudah gila.
Aku, seorang auditee seumur hidup.


Pembuat Jam

Alkisah, seorang pembuat jam tangan berkata kepada jam yang sedang dibuatnya. “Hai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak paling tidak 31,104,000 kali selama setahun?” “Haaaaaaaaaaaa? 31 juta seratus empat ribu kali aku harus berdetak????” kata jam terperanjat, “Mana mungkin saya sanggup! Saya ga akan mungkin bisa untuk melakukan itu!”

“Ya sudah, kalau begitu bagaimana kalau 86,400 kali saja dalam sehari?”
“Delapan puluh ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti ini? Ga , ga, aku ga sanggup!” jawab jam penuh keraguan.
“Ok kalau gitu, bagaimana kalau 3,600 kali dalam satu jam?”
“Dalam satu jam harus berdetak 3,600 kali? Masih terlalu banyak.. saya tidak mungkin mampu berdetak 3.600 kali..” tetap saja jam ragu-ragu dengan kemampuan dirinya . Dengan penuh kesabaran tukang jam itu kemudian bicara kepada si jam, “Baiklah, kalau begitu, sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?”
“Naaaa, kalau begitu, aku sanggup!” ” AKu pasti bisa untuk berdetak satu kali setiap detik ” kata jam dengan penuh antusias.
Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik.
Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti. Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 31.104.000 kali dalam setahun, Yang juga berarti dia berdetak 86.400 kali dalam sehari yang sama juga dengan 3.600 kali dalam satu jam.
……………………………………………………………………..

Ada kalanya kita selalu ragu-ragu dengan segala tujuan / tugas / pekerjaan yang terlihat sangat besar. Kita selalu menggangapnya sesuatu yang sangat berat dan tidak mungkin dapat kita laukan. Namun sebenarnya apabila hal yang besar tersebut kita perkecil dan dilakukan dengan konsisten secara terus menerus, maka hal yang semula kita anggap tidak mungkin untuk dilakukan, tidak mampu untuk mencapainya, namun sebenarnya kalau kita sudah menjalankannya, kita ternyata mampu.

============================================
Sumber artikel, dari buku:
Sudarmono, Dr.(2010). Mutiara Kalbu Sebening Embun Pagi, 1001 Kisah Sumber Inspirasi, Idea Press, Yogyakarta. 


8 Kebohongan Seorang Ibu Dalam Hidupnya

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya darikebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas daripenderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : “Makanlah nak,aku tidak lapar” ———- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekiat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping saya
dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata :”Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata
:”Cepatlah tidur nak, aku tidak capek” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang
dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata: “Minumlah nak, aku tidak haus!” ———- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah
kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim
balik uang tersebut. Ibu berkata : “Saya punya duit” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian
memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku “Aku tidak terbiasa” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang
ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “angan menangis anakku,Aku tidak kesakitan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa
tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : ” Terima kasih ibu ! ” Coba
dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah
bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan
kembali lagi.. Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di kemudian hari.


Mencari solusi sederhana

Ini bagus , memang kadang-kadang kita disekolahkan tinggi-tinggi malah bikin kita jadi mikir yang susah-susah, padahal penyelesaiannya bisa jadi sangat mudah, naif, dan terkadang agak tolol. Heheheh……..

Efisiensi adalah suatu hal yang penting di dalam dunia manajemen. Sebagai seorang anggota tim yang baik, kita memiliki tanggung jawab bukan hanya dalam membawa tim kita mencapai tujuan bersama, tetapi juga tanggung jawab dalam mencari cara terbaik untuk memecahkan setiap masalah yang terjadi. Tetapi seringkali kita terkecoh saat menghadapi suatu masalah, dan walaupun masalah tersebut terpecahkan, tetapi pemecahan yang ada bukanlah suatu pemecahan yang efisien dan justru malah terlalu rumit.

Mari kita coba lihat dalam tiga kasus di bawah ini:

1. Salah satu dari kasus yang ada adalah kasus kotak sabun yang kosong, yang terjadi di salah satu perusahaan kosmetik yang terbesar di Jepang. Perusahaan tersebut menerima keluhan dari pelanggan yang mengatakan bahwa ia telah membeli kotak sabun (terbuat dari bahan kertas) kosong. Dengan ! segera pimpinan perusahaan menceritakan masalah tersebut ke bagian pengepakan yang bertugas untuk memindahkan semua kotak sabun yang telah dipak ke departemen pengiriman. Karena suatu alasan, ada satu kotak sabun yang terluput dan mencapai bagian pengepakan dalam keadaan kosong. Tim manajemen meminta para teknisi untuk memecahkan masalah tersebut.

Dengan segera, para teknisi bekerja keras untuk membuat sebuah mesin sinar X dengan monitor resolusi tinggi yang dioperasikan oleh dua orang untuk melihat semua kotak sabun yang melewati sinar tersebut dan memastikan bahwa kotak tersebut tidak kosong.

Tak diragukan lagi, mereka bekerja keras dan cepat tetapi biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tetapi saat ada seorang karyawan di sebuah perusahaan kecil dihadapkan pada permasalahan yang sama, ia tidak berpikir ten! tang hal-hal yang rumit, tetapi ia muncul dengan solusi yang berbeda . Ia membeli sebuah kipas angin listrik untuk industri yang memiliki tenaga cukup besar dan mengarahkannya ke garis pengepakan. Ia menyalakan kipas angin tersebut, dan setiap ada kotak sabun yang melewati kipas angin tersebut, kipas tersebut meniup kotak sabun yang kosong keluar dari jalur pengepakan, karena kotak sabun terbuat dari bahan kertas yang ringan.

2. Pada saat NASA mulai mengirimkan astronot ke luar angkasa, mereka menemukan bahwa pulpen mereka
tidak bisa berfungsi di gravitasi nol, karena tinta pulpen tersebut tidak dapat mengalir ke mata pena. Untuk memecahkan masalah tersebut, mereka menghabiskan waktu satu dekade dan 12 juta dolar.
Mereka mengembangkan sebuah pulpen yang dapat berfungsi pada keadaan-keadaan seperti gravitasi nol, terbalik, dalam air, dalam berbagai permukaan termasuk kristal dan dalam derajat temperatur mulai dari di bawa! h titik beku sampai lebih dari 300 derajat Celcius.

Dan apakah yang dilakukan para orang Rusia ?.Mereka menggunakan pensil!.

3. Suatu hari, pemilik apartemen menerima komplain dari pelanggannya. Para pelanggan mulai merasa waktu
tunggu mereka di pintu lift terasa lama seiring bertambahnya penghuni di apartemen itu. Dia (pemilik) mengundang sejumlah pakar untuk men-solve.

Satu pakar menyarankan agar menambah jumlah lift. Tentu, dengan bertambahnya lift, waktu tunggu jadi berkurang. Pakar lain meminta pemilik untuk mengganti lift yang lebih cepat, dengan asumsi, semakin cepat orang terlayani. Kedua saran tadi tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Tetapi, satu pakar lain hanya menyarankan satu hal, “Inti dari komplain pelanggan anda adalah mereka merasa lama menunggu”. Pakar tadi hanya menyarankan untuk menginvestasikan kaca cermin di depan lift, agar pelanggan teralihkan perhatian! nya dari pekerjaan”menunggu” dan merasa “tidak menunggu lift”.
……………………………………………………………………………………

Moral cerita ini adalah sebuah filosofi yang disebut KISS (Keep It Simple Stupid), yaitu selalu mencari solusi yang sederhana, sehingga bahkan orang bodoh sekalipun dapat melakukannya. Cobalah menyusun solusi yang paling sederhana dan memungkinkan untuk memecahkan masalah yang ada. Maka dari itu, kita harus belajar untuk fokus pada solusi daripada pada berfokus pada masalah.

“Bila kita melihat pada apa yang tidak kita punya di dalam hidup kita, kita tidak akan memiliki apa-apa. Tetapi bila kita melihat pada apa yang ada di tangan kita, kita memiliki segalanya.”


welcome back….


Reformasi Birokrasi Sektor Keuangan

Rabu, 22 Oktober 2008 18:18 WIB (Media Indonesia_www.mediaindonesia.com)
Reformasi Birokrasi Belum Sentuh Sektor Keuangan
Anggota Komisi XI DPR Dradjad Wibowo menyatakan akuntabilitas publik baru sebatas wacana dan tidak diimplementasikan oleh pemerintah. Tak heran jika laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah malah makin memburuk.

“Akuntabilitas publik lebih kepada tingkat wacana dibandingkan dengan realitasnya. Itu tercermin dari audit BPK,” kata Dradjad di Jakarta, Rabu (22/10).

Ia mengatakan akuntabilitas publik tidak diimplementasikan oleh pemerintah. Padahal kalau ada kemauan, akuntabilitas publik bisa diimplementasikan. Selama ini, yang membuat susah akuntabilitasnya itu adalah birokrasi yang terlalu panjang, prosedur berbelit-belit, jangka waktu pencairan yang mepet-mepet dan kemudian kecenderungan untuk mengambil sesuatu yang lebih dari anggaran negara yang bukan haknya. Apalagi pemerintah sudah menerapkan reformasi birokrasi sejak tahun lalu.

“Seharusnya kalau sudah ada reformasi birokrasi, itu terkait dengan akuntabilitas belanja, penerimaan, dan juga dalam utang. Tapi, walaupun ada reformasi birokrasi, ternyata tidak membaik. Bahkan untuk pemerintah pusat dan pemda disebut memburuk oleh BPK. Ini menujukkan bahwa reformasi birokrasi belum menyentuh salah satu inti dari sistem keuangan publik,” jelasnya. (Ray/OL-06)


Laporan Keuangan Pemerintah Buruk

Rabu, 22 Oktober 2008 15:48 WIB (Media Indonesia)
Menkeu Sri Mulyani mengakui laporan keuangan pemerintah pusat hingga kini masih buruk. Hal itu terjadi karena sebagian besar satker yang belum mengerti penyusunan laporan keuangan sesuai standar akuntansi dan belum selesainya penilaian aset.

“Laporan keuangan ada yang sudah baik, tapi ada memang yang masih buruk. Nah yang masih buruk itu saat ini sedang kita benahi. Salah satunya yang membuat kita disclaimer adalah masalah aset dan sistem akuntansi. Itu kami perhatikan,” kata Sri Mulyani seusai membuka rapat kerja Ditjen Bea Cukai, di Jakarta, Rabu (22/10).

Menurutnya laporan keuangan masih dinyatakan disclaimer terutama disebabkan oleh pencatatan yang salah karena tidak sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Hal itu disebabkan karena sebagian besar satuan kerja di seluruh kementerian/lembaga negara belum memiliki kemampuan akuntansi untuk membukukan pengeluaran atau pengelolaan keuangan negara secara baik.

Depkeu sendiri sudah melakukan berbagai upaya salah satunya adalah dengan melakukan pelatihan sistem akuntansi pemerintah. “Satker ini kita latih di Depkeu, terutama departemen yang besar seperti Depdiknas, Depag, kita sudah melakukan pelatihan,” katanya.

Ia memperkirakan pelatihan akuntansi yang akan memberikan perbaikan laporan keuangan pemerintah baru dengan akan selesai dua sampai tiga tahun ke depan. “22 ribu orang baru bisa akuntansi dua sampai tiga tahun depan itu pun sangat ambisius, kalian bayangkan belajar akuntansi untuk 22 ribu orang, kalau universitas, satu angkatan paling seribu orang,” jelasnya.

Sementara itu, untuk revaluasi aset pada 2008, sebagian besar instansi sudah ada yang menyelesaikan proses penilaian aset, namun ada juga yang belum selesai menertibkan aset-aset negara. Meski demikian, kata Menkeu, pengeloaan aset dari hari ke hari semakin baik.

“Target saya untuk penilaian aset, seperti yang sudah disampaikan, baru selesai tahun 2009. Tanah, rumah dinas, bangunan, banyak yang selama ini belum diinventarisasi, kita sedang dalam proses itu. Makanya saya minta kepada BPK agar dilihat lagi secara obyektif,” ujar Menkeu. (Ray/OL-06)


Belajarlah pada Tukang Parkir

Ketika berjalan menuju warnet, ada beberapa tempat parkir kendaraan yang saya lewati. Tanpa sengaja saya berpikir bahwa enak bener jadi tukang parkir, kerjanya cuma menunggu, duduk, merokok, dan santai-santai saja setiap hari. Konon pendapatannya bisa mencapai 300ribu sehari per orang. Dengan tidak ada niat untuk iri hati, saya mencoba berpikir netral dan objektif bahwa toh pekerjaan tukang parkir itu halal.

Dibalik semua itu, ada hal-hal bisa dipelajari dari pekerjaan mereka. Sejenak saya merenung sambil tetap berjalan menyusuri jalan menuju warnet. Apa yang bisa kupelajari dari mereka ? Saya teringat kata profesor di kelas, bahwa belajarlah sesuatu dari alam sekitarmu, sungguh banyak yang bisa dipelajari bila engkau mau belajar. dan akhirnya saya menemukan sesuatu yang bisa dipelajari dari mereka.

Mobil mewah atau pun motor baru yang parkir ditempat parkir itu adalah milik empunya, si tukang parkir hanya menjaganya dan hanya bisa memandanginya, mengaguminya dan sesekali mencoba bermimpi kelak juga memiliki barang yang sama. (sebagian mimpinya terkabul tapi lebih banyak yang tidak terkabul soale kalo terkabul semua, maka dia bukanlah tukang parkir lagi)

Tapi lebih dari itu, mari kita miliki perasaan tukang parkir itu.

Jika anda adalah pejabat penting, atau pejabat teras atau pejabat tinggi… jadikanlah jabatan yang anda miliki itu layaknya mobil mewah yang hanya bisa dijaga dan bisa kapan saja keluar dari areal parkir.

Jika anda memiliki harta yang banyak…. maka anda hanyalah tukang parkir yang menjaga harta itu dan kapan saja harta itu tidak parkir di tempat parkir anda.

Anak adalah titipan Allah kepada anda…. di parkir di rumah anda… anda harus menjaganya, memberi perlindungan dari orang jahat tapi anda tidak bisa memanfaatkan sesuka anda karena anak anda adalah barang yang diparkir oleh Allah kepada anda.

Inilah sebagian yang bisa dipelajari dari tukang parkir. Kita semua adalah tukang parkir di dunia ini karena sesungguhnya Allah-lah yang empunya. kita hanya menerima rupiah sekedar upah untuk menjaganya, inilah yang kita gunakan untuk hidup atau pun menggapai mimpi lainnya. Jangan pernah berharap upah yang terlalu tinggi dari jasa parkir anda karena sesungguhnya yang kita kerjakan adalah sedikit saja.

Terima kasih tukang parkir, anda telah menjaga dengan baik apa yang dititipkan kepadamu. Sedikit tip adalah tambahan rezeki dari Allah karena anda memberi senyuman pada si empunya.

Malang, 2 Nopember 2008


Artikel Akuntansi Forensik

 

WAWANCARA DAN INTEROGASI

PENDAHULUAN

Wawancara merupakan sesuatu yang sering dilakukan oleh Auditor dalam menjalankan tugas audit, dan merupakan salah satu tehnik dalam pengumpulan keterangan, memahami obyek pemeriksaan, menguji keterangan yang telah didapatkan sebelumnya, melengkapi keterangan yang lain, dan tujuan-tujuan lainnya dari wawancara tersebut.

Secara umum, setiap auditor harus menguasai tehnik wawancara. Namun demikian masing-masing orang memiliki sifat, gaya dan karakter pribadi yang berbeda-beda baik auditor itu sendiri maupun pihak yang akan diwawancarai. Hal ini akan mempengaruhi tehnik dan metode wawancara yang dilakukan. Dalam hal waktu pelaksanaan wawancara, dapat dilakukan di awal atau pada saat audit berlangsung ataupun pada akhir audit sangat tergantung dari kondisi dan situasi audit serta tujuan dilakukannnya wawancara. Demikian halnya dengan tempat pelaksanaan wawancara, auditor akan menentukan tempat dilakukannya wawancara dengan mempertimbangkan beberapa hal yang berkaitan dengan materi wawancara dan kondisi di lapangan.

Tehnik, waktu dan tempat pelaksanaan wawancara maupun hal-hal lain yang dilakukan terkait dengan wawancara tidak menjadi masalah dan dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya, tetapi yang terpenting adalah tujuan dan hasil dari wawancara yang dilakukan sebab antara tujuan yang satu dengan yang lain biasanya berbeda dan untuk mencapainya tentunya membutuhkan tehnik, waktu, tempat dan hal-hal lainnya yang berbeda pula.

Hal lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan wawancara sehubungan dengan audit yang dilakukan adalah bagaimana pendokumentasian hasil, bukti dan inti maksud wawancara. Ini terkait dengan kertas kerja yang menjadi modal auditor sekaligus juga menunjukkan kemampuan, kompetensi dan keterampilan auditor dalam melaksanakan tugas audit. Dokumentasi wawancara dapat berupa tulisan, media elektronik atau media lain yang digunakan dalam kaitan dengan pembuktian bahwa wawancara benar-benar dilakukan untuk memperoleh informasi yang diinginkan dan tanpa adanya kesan yang mengada-ada atau melakukan penekanan yang mengakibatkan informasi tidak sesuai dengan adanya.

Terkait dengan interogasi, auditor internal pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk melakukan interogasi. Namun demikian metode, tujuan dan tehnik-tehnik interogasi biasanya secara tidak langsung juga sering dilakukan namun dalam kondisi yang tidak formal layaknya interogasi yang dilakukan oleh penyidik. Meskipun tidak ada aturan yang melarang atau membolehkan untuk melakukan interogasi, auditor menganggap hal ini dapat dilakukan sepanjang untuk mencapai tujuan memperoleh informasi dan mencapai tujuan audit yang dilakukan.

 

TEHNIK DASAR WAWANCARA

Beberapa tehnik dasar yang harus dikuasai ketika akan melakukan wawancara, antara lain :

  • Kematangan pribadi, berupa : sikap mental, kemampuan pengetahuan yang dimiliki, penampilan fisik, dan sebagainya.

  • Gaya dan karakter, berupa : intonasi suara, tatapan mata, ekspresi wajah, kemampuan memahami situasi dan kondisi, dan sebagainya

  • Koordinasi dan kerjasama, berupa : tehnik improvisasi, fleksibilitas atau tidak kaku, pengalaman berinteraksi, dan sebagainya.

 

HAL YANG DILAKUKAN DALAM WAWANCARA

Hal-hal yang dilakukan dalam wawancara dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) bagian yang utama, yaitu persiapan, pelaksanaan, dokumentasi, dan analisis/ simpulan serta interpretasi hasil wawancara.

 

  1. Persiapan

Sebelum melakukan wawancara, apakah akan dilakukan di awal penugasan atau pada saat sedang berlangsungnya audit maupun pada akhir audit hendaknya dilakukan persiapan-persiapan baik dilakukan secara matang ataupun hanya secara insidensial saja. Beberapa hal yang harus disiapkan adalah :

  • Pemahaman akan tujuan dilakukannya wawancara

  • Penguasaan terhadap materi yang akan ditanyakan

  • Alat dan bahan penunjang pelaksanaan wawancara

 

  1. Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan wawancara sedapat mungkin menguasai tehnik, prosedur dan situasi atau kondisi, tidak menutup kemungkinan bahwa wawancara dilakukan tanpa prosedur yang baku ataupun ada hal-hal yang tidak diperkirakan sebelumnya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :

  • Fokus pada materi wawancara, meskipun sesekali mengalihkan atau pun menyegarkan kembali sehingga pihak yang diwawancara tidak merasa tertekan atau terpaksa untuk memberi informasi atau tidak memberi informasi.

  • Kesiapan untuk membuat pertanyaan yang runut dan tetap berkaitan dengan materi atau respon terhadap jawaban pihak yang diwawancarai. Disini pentingnya improvisasi dan kemampuan mendengarkan yang baik dibutuhkan, meskipun kendali wawancara tetap berada pada auditor.

  • Bersikap tidak emosional dan tetap tenang terhadap apa pun jawaban yang didapatkan dan senantiasa menunjukkan sikap yang sangat memahami apa yang dimaksudkan oleh pihak yang diwawancarai tanpa bermaksud membenarkan atau pun menyalahkan. Yang terpenting adalah mendapatkan informasi atau jawaban yang sesungguhnya tanpa dibuat-buat.

  • Harus mampu memahami psikologi pihak yang diwawancara secara sekilas dan cepat untuk menentukan tehnik yang dipakai dan pertanyaan yang akan diajukan. Disamping itu senantiasa mengantisipasi kejadian atau pun sikap dan perilaku yang tidak diduga sebelumnya, dan mampu mengambil keputusan yang cepat terkait dengan kelanjutan wawancara.

 

  1. Dokumentasi

Pendokumentasian hasil wawancara merupakan kunci utama dan merupakan sesuatu yang sangat berharga untuk mengungkapkan informasi yang didapatkan. Demikan halnya analisis terhadap kemungkinan-kemungkinan digunakannya dokumen atau bukti wawancara tersebut sebagai bahan pembuktian suatu permasalahan yang akan diungkapkan. Beberapa hal yang senantiasa diperhatikan dalam pendokumentasian :

  • Bukti wawancara harus asli dan tidak direkayasa atau dimanipulasi, bila perlu pencantuman tanda tangan dari pemberi informasi harus diverifikasi sesuai dengan kartu identitasnya.

  • Bila menggunakan media elektronik berupa rekaman suara atau gambar, sedapat mungkin mencantumkan tanggal wawancara, dan untuk pengambilan gambar, lokasi sekitar wawancara dimuat dan tidak hanya wajah dari pemberi informasi.

  • Fisik dari dokumentasi hasil wawancara harus disimpan di tempat yang aman untuk menghidari kehilangan atau berubahnya wujud dari bukti dokumentasi tersebut.

 

  1. Analisis/simpulan dan Interpretasi hasil wawancara

Dalam menganalisis atau menarik kesimpulan atau pun menginterpretasi hasil wawancara harus teliti, obyektif, lengkap dan akurat sehingga dapat digunakan sebagai bahan informasi atau pembuktian terhadap masalah yang ditanyakan.

 


ARTIKEL AKUNTANSI FORENSIK

 

AKUNTANSI FORENSIK

Tindakan korupsi, menyembunyikan dan mengalihkan hasil dari korupsi

 

Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menguraikan pola tindakan korupsi, cara menyembunyikannya dan bagaimana mengalihkan hasil dari korupsi dengan maksud dapat mengambil hikmah dan pelajaran berharga dari kejadian tersebut sehingga dapat dimanfaatkan dalam pelaksanaan tugas sebagai aparat pengawasan guna mengurangi terjadinya kejadian-kejadian serupa di masa mendatang. Disamping itu karena sesuatu dan lain hal sehubungan dengan kondisi bahwa kejadian ini belum melalui suatu proses hukum yang bersifat final, maka konsumsi dari tulisan ini terbatas untuk kalangan tertentu dan tidak dipublikasikan secara luas.

 

Kejadian ini terjadi pada tahun 2004, dimana ketika itu ada aturan dalam penyusunan anggaran bahwa tidak perkenankan untuk mengusulkan mata anggaran pengadaan kendaraan dinas roda empat pada setiap kegiatan atau program yang dibiayai dari Dana Dekonsentrasi. Lahirnya aturan atau semacam surat edaran tersebut didasari atas kejadian-kejadian tahun sebelumnya dimana setiap pengadaan kendaraan dinas pada masing-masing program atau kegiatan tidak dimanfaatkan secara efektif, misalnya kendaraan dinas yang ditujukan untuk operasional kegiatan ternyata digunakan sebagai kendaraan dinas pejabat eselon tertentu, biaya pemeliharaan dan penggunaan bahan bakar kendaraan dinas lebih besar dari manfaatnya, setelah beberapa tahun kendaraan dinas tersebut diadakan sebagian besar diusulkan untuk dimiliki secara pribadi oleh pegawai tertentu (di-dum), termasuk pula dalam proses pengadaannya seringkali dijadikan sebagai lahan untuk mendapatkan keuntungan pribadi oleh pimpinan program atau kegiatan, serta kondisi-kondisi lainnya.

Maksud dan isi aturan atau surat edaran tersebut begitu “baik” demikian pula dengan implementasinya, namun apakah ada efek samping negatif dari aturan tersebut ? Mari kita kaji dan lihat apa yang disusun dalam anggaran program/kegiatan pada salah satu intansi Dinas “X” sebuah provinsi dimana instansi tersebut mengusulkan 23 proyek/kegiatan yang dalam item anggaran Daftar Isian Proyek (DIP) seluruhnya tidak lagi ada mata anggaran pengadaan kendaraan dinas roda empat, tetapi yang ada adalah mata anggaran “Sewa Kendaraan Dinas Operasional” yang jumlahnya masing-masing 1 unit dengan pagu anggaran “hampir setara” harga 1 (satu) unit mobil.

Jika dilihat secara sepintas, tidak ada pelanggaran terhadap aturan dan telah menjadi sesuatu yang umum dalam pengusulan anggaran (biasa terjadi), dimana argumentasi yang diajukan oleh para perencana kegiatan bahwa kendaraan yang disewa tersebut akan digunakan untuk operasional proyek selama satu tahun anggaran untuk mendistribusikan bibit pertanian, mendistibusikan ternak kepada masyarakat, melakukan evaluasi dan monitoring kegiatan dan penggunaan lainnya dalam kaitan dengan pelaksanaan proyek.

Sebelum membahas tindakan korupsi yang dilakukan, perlu diketahui bahwa proses perencanaan anggaran suatu kegiatan khususnya dana dekonsentrasi adalah melalui usulan dinas “X” provinsi ke pusat (Departemen “X”). Proses ini dilakukan di Jakarta dimana pihak pusat (masing-masing Direktorat Jenderal) mengundang pihak daerah untuk dilakukan “negosiasi” mengenai pagu anggaran dan item-item anggaran yang akan dimasukkan dalam DIP. Bahkan juga melibatkan pihak Direktorat Jenderal Anggaran hingga level di daerah. Dengan demikian proses lahirnya item anggaran sewa mobil operasional dalam DIP melibatkan banyak pihak didalamnya, meliputi fungsi koordinasi, penganggaran, verifikasi, hingga otorisasi.

Biaya “negosiasi” yang timbul dalam proses ini biasanya dikaitkan dengan jumlah anggaran dan item-item anggaran yang ada didalamnya, misalnya semakin besar anggarannya maka makin besar pula biaya “negosiasi”-nya, atau anggaran yang memuat banyak kegiatan-kegiatan non fisik akan lebih besar biaya “negosiasi”-nya dibanding dengan kegiatan fisik, atau ada juga yang didasarkan atas pengalaman-pengalaman sebelumnya. Bagaimana dengan item “sewa kendaraan dinas operasional” tersebut ? Jawabnya adalah item anggaran tersebut termasuk item anggaran yang “dagingnya empuk” untuk “dinikmati” oleh pihak yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan proyek tersebut.

 

Tindakan Korupsi

Pertanyaannya adalah bagaimana melakukan korupsi terhadap item anggaran “sewa kendaraan operasional” tersebut ?

Pegawai yang baru bekerja beberapa bulan saja pada instansi pemerintah jika diberikan tanggung jawab untuk mengelola anggaran tersebut pastinya tidak akan mengalami kesulitan yang berarti, apalagi jika pengelolanya adalah pegawai yang sudah memiliki pengalaman mengelola proyek. Kalau pun ada pegawai yang memiliki integritas, kejujuran dan nilai-nilai baik lainya yang mengelola proyek, maka kemungkinannya sangat kecil sebab untuk ditunjuk jadi pengelola saja kriteria seperti itu tidak diharuskan. Namun ada juga pegawai seperti itu yang ditunjuk untuk mengelola proyek, tetapi pada akhirnya sikap yang baik tadi perlahan tapi pasti akan terkikis dengan sendirinya sehingga cara melakukan korupsinya saja yang berbeda dengan pegawai lainnya. Yang jelas tujuan dan pertanyaan “iblis” yang sering menghantui diantaranya adalah “berapa bagian saya?” atau “berapa yang harus saya kumpulkan?” atau pertanyaan-pertanyaan lain yang memicu “kreatifitas” dalam menggarong duit negara.

Mengenai “kreatifitas” dalam menggarong duit negara sebenarnya telah terjadi pada saat pengusulan anggaran tersebut, sehingga pihak pengelola proyek hanya menyempurnakan saja. Namun dalam arena penegakan hukum, seringkali yang dituntut adalah “kreatifitas” yang dilakukan oleh pengelola. Contohnya “kreatifitas” dalam item anggaran “sewa mobil operasional tersebut”, dimana pengelola proyek secara administrasi “seolah-olah” menyewa mobil untuk operasional dengan menggunakan “bendera” perusahaan rental mobil tetapi mobil yang digunakan diantaranya adalah mobil pribadi si pengelola, mobil bekas yang dibeli pada perusahaan rental atau mobil dinas yang telah di-dum tetapi dibuatkan kontrak sewa, mobil yang digunakan dalam operasional hanya beberapa kali tetapi dibuatkan kontrak sewa selama setahun, mobil yang disewa harga jualnya hanya setengah dari nilai kontrak sewa mobil, serta “kreatifitas” lainnya yang dapat mendatangkan keuntungan bagi pengelola proyek dan pihak-pihak terkait lainnya.

Dari segi administrasi, tindakan tersebut tidak nampak secara transparan. Demikian pula dari segi substansi juga akan sulit diuji bila pemeriksaan diadakan setelah proyek tersebut berakhir. Tetapi dengan menelusuri bukti-bukti dan jejak administrasi dengan insting dan intuisi auditor yang tajam, tindakan korupsi tersebut dapat diungkap secara tuntas. Sebuah pernyataan bahwa “seorang pencuri tidak akan mengaku” adalah benar dan nyata, maka dari itu jangan berharap pada pengakuannya tetapi lihatlah perilakunya ketika membuat administrasi, tindakannya yang berkolusi dengan perusahaan penyewa mobil, serta jejak tindakan lainnya yang menunjukkan perilaku korupsinya. Dengan begitu, maka pernyataan bahwa “bangkai busuk yang disembunyikan pasti akan tercium juga” adalah jawabannya.

 

Menyembunyikan Tindakan Korupsi

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana menyembunyikan tindakan korupsi ?

Ketika melakukan tindakan korupsi didalamnya termasuk menyembunyikan tindakan tersebut, baik melalui administrasi maupun kolusi dengan pihak-pihak terkait lainnya. Untuk menyempurnakan persembunyian tindakan tersebut biasanya dilakukan dengan menghilangkan bukti-bukti yang bisa membuat tindakan tersebut terbongkar, berkoordinasi dengan pihak yang diajak kolusi, atau “berbagi hasil” dengan pihak yang mengetahui atau akan mengetahui tindakan tersebut, serta tindakan lain yang dianggap bisa mengamankan tindakan korupsi tersebut. Intinya adalah, menyembunyikan tindakan korupsi secara tidak langsung sudah dilakukan pada saat melakukan tindakan korupsi.

Mengalihkan Hasil Korupsi

Banyak cara yang sering dilakukan dalam mengalihkan hasil korupsi. Cara yang umum adalah menyimpan dalam rekening tabungan atau deposito di bank atau ditukarkan dalam mata uang asing kemudian disimpan juga dalam tabungan atau deposito di bank. Namun cara ini sudah banyak ditinggalkan karena aturan perbankan yang ketat dan transaksi bank saat ini dipantau oleh PPATK. Yang menjadi tren saat ini adalah ditukar dengan properti misalnya dalam bentuk tanah atau rumah, kendaraan, peralatan, emas, dan bentuk properti lainnya serta ada pula yang mengalihkannya ke modal investasi baik surat berharga maupun membuka usaha sampingan. Atau bagi pejabat yang memiliki anak yang sedang kuliah di luar daerah atau di luar negeri, dibelikan rumah, kendaraan dan fasilitas penunjang lainnya bagi anaknya tersebut. Bahkan ada pula pejabat korup yang punya “simpanan” mengalihkan hasil korupsinya sebagai “biaya hidup” simpanannya atau bagi pejabat korup yang “doyan dugem” menghamburkan hasil korupsinya dengan kegiatan “dugem” sekaligus memelihara hubungan baik dengan pihak terkait yang akan diajak berkorupsi berikutnya.

Untuk kasus “sewa kendaraan dinas operasional” tersebut, hasil korupsinya sebagian besar sudah beralih menjadi mobil pribadi dan hal tersebut telah menjadi pemandangan yang umum setelah proyek berakhir, dimana dapat dilihat di tempat parkir kantor tersebut tersusun mobil-mobil pribadi yang secara logika bagi seorang PNS yang bekerja selama setahun dengan mengandalkan gaji dan pendapatan lainnya, sangat sulit meskipun hanya untuk sekedar membeli mobil bekas.

 

= = = = = = = = = = = = = = = = = = = =


Artikel Forensic Accounting

 

KETIKA TEKANAN, KESEMPATAN DAN RASIONALISASI MELANDA

 

Tidak ada manusia yang sempurna,

tetapi anehnya manusia tetap saja berupaya untuk menyempurnakan dirinya.

Biarlah upaya itu tetap ada,

karena dengan cara itulah manusia akan memahami

bahwa dirinya tak sempurna.

 

Sebait kata mungkin tak ada artinya atau tak akan bermakna apa-apa jika hal itu hanya berupa sebuah kata tanpa tindakan nyata. Hal ini mengingatkan kita pada sebuah ungkapan satu berbanding seribu (1 : 1000) yang berarti bahwa satu contoh lebih baik dari pada seribu kata. Tulisan ini hanya merupakan rangkaian kata yang mungkin tidak merepresentase diri penulis yang sesungguhnya tetapi paling tidak dari tulisan yang sederhana ini kita bisa mengerti apa yang ada dalam benak dan pikiran penulis, sekalipun hanya di permukaannya saja.

 

Ketika tekanan, kesempatan dan rasionalisasi diri melanda, mampukah etika dan aturan hukum yang ada membentengi untuk tetap bertindak sesuai dengan apa yang seharusnya ?”

 

Pertanyaan ini sungguh sangat sederhana karena hanya membutuhkan jawaban ”Ya” atau ”Tidak” entah dengan menjawab jujur ataupun sebaliknya, namun untuk menentukan jawabannya ketika hal ini benar-benar dialami pada kondisi yang sebenarnya bukanlah perkara yang mudah. Pun demikian jika pertanyaan ini diajukan untuk menguji kejujuran seseorang dalam kerangka pertanyaan dalam tulisan, penulis yakin semua yang ditanya akan menjawab dengan jawaban normatif atau pun rasionalisasi pemenuhan tujuan penanya.

 

Ketika seseorang menjawab bahwa apa pun kondisinya, dia akan bertindak sesuai dengan apa yang seharusnya., apa yang terjadi ??? seluruh pembaca tulisan ini pun pasti menganggapnya sebagai jawaban yang normatif. Lalu bagaimana jika jawaban itu bukan jawaban normatif, dengan argumentasi bahwa apapun tekanan yang dialami dianggapnya bukan tekanan, kesempatan yang ada dianggapnya bukan kesempatan, dan rasionalisasi diri tidak pernah menjadi pedoman hidupnya. Dengan mudah kita mengelak bahwa itu hanya satu dari sekian banyak yang tidak seperti itu, kita menganggapnya sesuatu yang aneh dan bahkan kita setengah percaya itu bisa terjadi.

 

Mengapa bisa demikian ??? karena ketika kita mempertanyakan hal tersebut, dalam benak kita sudah meragukan jawaban ”Ya”. Benak dan pikiran kita telah dipenuhi kondisi-kondisi bahwa melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dalam keadaan menghadapi tekanan, kesempatan dan rasionalisasi diri merupakan tindakan yang umum sehingga ketika tindakan yang sebaliknya

muncul” maka kita menganggapnya sebagai suatu hal yang tidak ”umum”

 

Jika demikian sudah menjadi sesuatu yang umum, maka sebaiknya jangan mempertanyakan lagi tetapi mintalah untuk melakukan sesuatu agar ketika pertanyaan itu diajukan maka jawaban umumnya adalah ”Ya” dan bukan ”Tidak”

 

Bagaimana bisa ???

Jawabannya pun sangat sederhana ”jangan pernah tekanan menekanmu, jangan pernah kesempatan menjadi sesuatu yang menyempatkanmu dan jangan pernah merasionalisasi dirimu untuk hal-hal yang membuatmu melakukan sesuatu yang tidak seharusnya kamu lakukan” tetapi sekali lagi untuk melakukannya dalam tindakan yang nyata bukanlah perkara mudah.

 

Kembali pada pertanyaan semula, adalah sangat sulit untuk menentukan jawabannya ketika hal ini hanya sebuah pertanyaan tanpa mengalaminya tetapi jika kalimat pada alinea sebelumnya (yang dicetak miring dan tebal) dapat dilakukan maka pertanyaan ”mampukah etika dan aturan hukum membentengi untuk tetap bertindak sesuai dengan apa yang seharusnya?” tidak akan pernah terbersit dalam pikiran kita, pun jika terlintas sekilas jawabannya pasti ”Ya” lalu dalam sekejap pertanyaan itu pun hilang dengan sendirinya.

 

Malang, 15 Desember 2007 (Pukul 00:24 Wib)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Internal Control

Internal Control: Sebuah Tinjauan Teoritis

Konsep Internal Control telah bergulir sejak tahun 1930-an. Untuk pertama kali, George E. Bennet menyebutkan definisi Internal Control. Namun istilah tersebut baru dinyatakan secara institutional oleh AICPA pada tahun 1949 melalui laporan khusus yang berjudul “Pengendalian Internal – Elemen-elemen Sistem yang Terkoordinasi dan Pentingnya Pengendalian bagi Manajemen dan Akuntan Independen”. Selanjutnya konsep tersebut berkembang pesat dengan yang kita kenal 8 (delapan) unsur Pengendalian Internal.

Perkembangan berikutnya, pada awal tahun 80-an konsep tersebut dinilai banyak pihak sudah tidak aplicabel lagi. Semakin kompleksnya

dunia bisnis dan teknologi membuat konsep pengendalian internal tersebut tidak efektif dalam mendorong tercapainya tujuan perusahaan. Semakin banyak keluhan dari perusahaan dan institusi yang telah menerapkan konsep internal control sebagaimana dikembangkan oleh American Institute of Certified Public Accountant (AICPA), namun masih mengalami kegagalan.

Pada tahun 1992, The Commitee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission (COSO) menerbitkan laporan yang berjudul “Internal Control-Integrated Framework”. Laporan COSO tersebut memberikan suatu pandangan baru tentang konsep Internal Control yang lebih luas dan terintegrasi serta sesuai dengan perkembangan dunia usaha untuk mencegah terjadinya penyimpangan .Jika pada konsep sebelumnya hanya menekankan pada proses penyusunan laporan keuangan saja, maka konsep COSO memiliki pandangan yang lebih luas yaitu dengan melakukan pengendalian atas perilaku seluruh komponen organisasi. Konsep ini mendapat akseptasi yang luas dari berbagai pihak.

Di Indonesia, perkembangan menarik terjadi dengan terbitnya Undang-undang nomor 1 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2006. Pada ketentuan tersebut, ditetapkan bahwa setiap instansi pemerintah harus mengembangkan Sistem Pengendalian Intern. Penjelasan dan ketentuan lain yang menjabarkan menyebutkan bahwa Sistem Pengendalian Intern terdiri dari 5 komponen yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi serta monitoring. Hal ini mengandung arti bahwa konsep Internal Control versi COSO diterapkan pada sektor pemerintahan di Indonesia. Sebuah langkah maju dan berani serta menjadi tantangan yang tidak mudah bagi para auditor internal pemerintah. Tulisan ini akan membahas secara umum konsep tersebut.

Definisi Internal Control

Pada tahun 1949, AICPA mendefinisikan Internal Control (IC) sebagai rencana organisasi dan semua metode yang terkoordinasi dan pengukuran-pengukuran yang diterapkan di perusahaan untuk mengamankan aktiva, meyakini keandalan dan akurasi data akuntansi, meningkatkan efisiensi operasional dan mendorong ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang telah ditetapkan. Definisi ini diinteprestasikan oleh banyak pihak terdiri atas dua kelompok yaitu pengendalian administatif dan pengendalian akuntansi. Pengendalian administratif yang berhubungan dengan pencapaian tujuan perusahaan sedangkan pengendalian akuntansi terkait dengan penyajian laporan keuangan.

Perluasan atas definisi IC dilakukan oleh AICPA berlaku mulai 1 Januari 1997. Redefinisi ini dipengaruhi oleh Laporan COSO sebagaimana disebutkan sebelumnya (1992). Laporan COSO menyatakan definisi Internal Control sebagai berikut :

“Internal control is broadly defined as a process, effected by an entity’s board of directors, management and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories:

l Effectiveness and efficiency of operations.

l Reliability of financial reporting.

l Compliance with applicable laws and regulations”

Melalui Statement of Auditing Standar (SAS), AICPA mendefinisikan Internal Control sama dengan definisi COSO, yaitu suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas Dewan Komisaris, Manajemen dan Pegawai, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang wajar atas (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Berbeda dengan definisi pertama yang hanya mengaitkan pengendalian hanya dengan perencanaan, metode dan pengukuran, pada definisi berikutnya terkait dengan “proses yang dipengaruhi oleh aktivitas seluruh komponen organisasi”. Definisi ini mengandung makna yang lebih luas dari definisi sebelumnya.

Dengan perluasan definisi ini, IC terdiri atas 5 komponen, meliputi :

a) Lingkungan Pengendalian.

b) Penilaian Risiko.

c) Aktivitas Pengendalian.

d) Informasi dan Komunikasi

e) Monitoring.

Sesuai dengan definisi IC menurut COSO, komponen-komponen tersebut mencerminkan adanya perubahan pengertian yang cukup signifikan. IC bukan hanya meliputi komponen-komponen organisasi yang bersifat statis, tetapi meliputi juga hal-hal yang bersifat dinamis. Tidak hanya terkonsentrasi pada penyusunan laporan keuangan saja, namun meliputi juga pencapaian tujuan organisasi. Tidak hanya memperhatikan tingkatan manajerial dan operasional organisasi, namun juga meliputi tingkatan strategis pada organisasi.

Kelima komponen IC di atas memiliki hubungan yang erat satu sama lain. Larry F Konrath (1999) menggambarkan kelima komponen tersebut bagaikan sebuah bangunan rumah dimana Lingkungan Pengendalian menjadi pondasinya. Penilaian risiko, aktivitas pengendalian dan informasi dan komunkasi menjadi pilar-pilarnya. Sedangkan Monitoring menjadi atapnya. Dengan demikian, sebuah IC akan berjalan secara efektif jika kelima unsur tersebut terbangun dengan baik dan beroperasi sesuai proporsinya masing-masing.

Sumber : Tulisan Tri Wibowo-BPKP


ETNOGRAFI

ETNOGRAFI 

Antropologi kognitif, berasums bahwa setiap masyarakat mempunyai satu system yang unik dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena material, seperti benda-benda, kejadian, perilaku, dan emosi. Karena kajian etnografi bukanlah pada fenomena material tersebut, tetapi tentang cara fenomena tersebut diorganisasikan dalam fikiran (mind) manusia, budaya yang ada dalam fikiran manusia. Tugas Etnografi adalah menemukan dan menggambarkan organisasi fikiran tersebut melalui studi bahasa masyarakat adalah titik masuk, sekaligus aspek utama dalam etnografi aliran antropologi kognitif.

 

Menurut Spradly metode etnografi disebut Develpmental Research Sequece, (Metode ini didasarkan atas 5 prinsip yaitu; Tehnik tunggal, Identifikasi tugas, maju bertahap, penelitian orisinil dan problem-solving.

 

Penelitian ethnographik secara umum melibatkan temuan partisipan yang bersifat intensif, tatap-muka, dalam tatanan alami selama periode waktu yang panjang. Tujuannya adalah menghasilkan wacana sistematik dari perilaku dan sistem ide aktor dalam kultur, organisasi, profesi, atau komunitas tertentu dalam beberapa tatanan yang meliputi konsepsi, praktek diskursif, dan keterkaitan satu sama lain.

 

Tanda dari penelitian ethnographik adalah bahwa ini adalah bersifat representasional, interpretif, dan rhetorika. Representasional berarti mengemukakan cerita, menceritakan kehidupan, dan memberikan konteks dalam cara substantif. Interpretif berarti menetapkan kategori, membuat perbandingan, dan menginterpretasi simbol dan ritual. Meski rhetorika berarti memasukkan dunia sosial distingtif ke dalam beberapa tatanan tekstual yang bukan hanya menyenangkan pembaca, tapi, yang lebih penting, menghasilkan sebuah gambaran konkrit, tajam, dan kompleks tentang kehidupan dalam komunitas, sehingga orang bisa meyakinkan pembaca tentang wacana yang dipercayai dan bahwa “ini adalah kehidupan yang dijalani oleh orang riil, dalam waktu riil, dan dalam tempat riil”.

 

Ethnographi dari Becker dkk (1961) pada fakultas-kedokteran tahun pertama dikatakan sebagai sebuah studi interaksionist klasik yang mana siswa mendefinisikan dan meredefinisikan tatanan simbolik selama beberapa tahap.

 

Studi Preston (1986) tentang bagaimana manajer dalam divisi kontainer plastik dari perusahaan berdivisi bisa menginformasikan satu sama lain dan pihak lain menjadi sebuah contoh penelitian akuntansi manajemen interaksionist.

 

Silverman (1985) menawarkan sebuah tipologi yang terdiri dari tiga tipe – kognitif, anthropologi, interaksionisme simbolik, dan ethnomethodologi. Jika tanda anthropologi kognitif adalah sebuah fokus pada kebiasaan komunikasi dari pribumi (pergaulan dan berbicara), hallmark dari interaksionist adalah upaya untuk menyatukan berbagai pemikiran yang sama (konstruksi simbolik), sedangkan pemikiran ethnometodologi adalah sebuah konsentrasi pada tindakan (praktek sosial).

 

Studi Jonsson (1982) tentang perilaku anggaran dalam sebuah pemerintahan kota menggambarkan pendekatan ethnometodologi yang digunakan dalam studi akuntansi. Dengan mengamati dokumen anggaran berbeda, mengamati perdebatan dalam lembaga pembuatan keputusan sebagai informasi latarbelakang, dan mencatat komentar mingguan dari salahsatu informan kunci (pejabat anggaran kepala) terkait dengan kejadian terbaru, situasi terbaru, dan upaya aktor yang diharapkan, Jonsson memetakan “permainan anggaran” yang dimainkan oleh partisipan pada tiga siklus anggaran.

 


“I cried for my brother six times”

 

AKU MENANGIS UNTUK ADIKKU ENAM KALI

 

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik laki-laki, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan diriku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

 

“Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya.

 

Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”

 

Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.

 

Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!

 

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? … Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”

 

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun.

Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”

 

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku.

 

Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

 

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya merengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…”

 

Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”

 

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, saya telah cukup membaca banyak buku.”

 

Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya.

 

“Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!”

 

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”

 

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku:

 

“Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.”

 

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

 

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas) .

 

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!”

 

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku?

Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab sambil tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? ”

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. ..”

 

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.”

 

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

 

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku.

 

“Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!”

 

Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”

 

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya.

 

“Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya.

 

“Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…”

 

Di tengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku membelakanginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

 

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Berkali-kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.”

 

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

 

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit.

 

Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”

 

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan menjadi buah bibir orang?”

 

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”

 

“Mengapa membicarakan masa lalu?”

 

Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

 

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?”

 

Tanpa banyak berpikir ia menjawab, “Kakakku.”

 

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat lagi.

 

“Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya.

 

Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”

 

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih kepadanya adalah adikku.”

 

Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

 

Diterjemahkan dari : “I cried for my brother six times”


PPh pasal 23

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
 
Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah  pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa,  atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Pemotong dan Penerima Penghasilan  yang Dipotong PPh Pasal 23
   1. Pemotong PPh Pasal 23:
        a. badan pemerintah;
        b. Wajib Pajak  badan dalam negeri;
       c. penyelenggaraan kegiatan;
       d. bentuk usaha tetap (BUT);
       e. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
       f. Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri  tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
   2. Penerima  penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
       a. WP dalam negeri;
       b. BUT

Tarif dan Objek PPh Pasal 23
   1. 15 % dari  jumlah bruto atas:
       a. dividen, bunga, dan royalti;
       b. hadiah dan penghargaan selain yang telah  dipotong PPh pasal 21.
   2. 15 % dari  jumlah bruto dan final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi, yang jumlahnya  melebihi Rp. 240.000,00 setiap  bulan.
   3. 15% dari  perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan  penggunaan harta. Tarif, perkiraan penghasilan neto, dan objeknya adalah:
       a. 15 % x 10 % dari jumlah bruto atas sewa  penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat.
       b. 15 % x 30 % dari jumlah bruto atas sewa  lainnya (tidak termasuk sewa tanah dan bangunan).
   4. 15 % dari  perkiraan penghasilan netto atas Imbalan jasa.

Tarif, perkiraan  penghasilan neto dan objek imbalan jasa adalah:
   1. 15 % x 30 %  dari jumlah bruto imbalan jasa teknik dan jasa manajemen dan jasa konsultan  kecuali konsultansi kontruksi
   2. 15% x 26 2/3%  dari jumlah bruto (yang dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan  pengadaan material/barang) imbalan jasa perencanaan konstruksi, jasa pengawasan  konstruksi;
   3. 15% x 30% dari  jumlah bruto jasa penilai, jasa aktuaris, jasa akuntasi, jasa perancang, jasa  pengeboran (jasa drilling) di bidang penambang minyak dan gas bumi (migas),  kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap, jasa penunjang di bidang  penambangan migas, jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambang  selain migas, jasa penunjang di bidang penerbang dan Bandar udara, jasa  penebangan hutan, jasa pengelolaan limbah, jasa penyedia tenaga kerja, jasa  perantara, jasa perantara, jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI, jasa  kostudian/penyimpanan/ penitipan. Kecuali yang
dilakukan KSEI, jasa pengisian  suara, jasa mixing film, jasa sehubungan dengan software computer, termasuk  perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
   4. 15% x 30% dari  jumlah bruto imbalan jasa instalasi/ pemasangan :
       1. Jasa instalasi/pemasangan mesin,
       2. jasa instalasi / pemasangan peralatan  listrik /telepon/air/ gas/AC/TV kabel Kecuali yang dilakukan olehWajib Pajak yang ruang  lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikat sebagai pengusaha konstruksi;
  
5. 15% x 30% dari  jumlah bruto imbalan jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan :
       1. Jasa perawatan / pemeliharaan /  perbaikan mesin,listrik / telepon /air / gas / AC / TV kabel;
       2. Jasa perawatan / pemeliharaan /  perbaikan peralatan;
       3. Jasa perawatan / pemeliharaan /  perbaikan bangunan; Kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaanya di  bidnag konstruksi  dan mempunyai izin/sertifikat sebagai pengusaha konstruksi.
   6. 15 % x 13 1/3 %  dari jumlah bruto (yang dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan  pengadaan material/barang) imbalan jasa pelaksanaan konstruksi termasuk jasa  perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan bangunan, jasa instalasi/ pemasangan mesin,  listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel yang dilakukan Wajib Pajak pengusaha  Konstruksi yang mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.
   7. 15 % x 20 % dari  jumlah bruto imbalan jasa maklon, jasa penyelidikan dan keamanan, jasa  penyelenggaraan kegiatan/event organizer, jasa pengepakan.
   8. 15 % x 20 %  dari jumlah bruto imbalan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media  massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi.
   9. 15 % x 10 %  dari jumlah bruto imbalan jasa pembasmian hama dan jasa pembersihan / cleaning  service.
   10. 15 % x 10 %  dari jumlah bruto (yang dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan  pengadaan material/barang) imbalan Jasa katering

Penghitungan PPh  Pasal 23 terutang menggunakan jumlah Bruto tidak termasuk PPN.

Dikecualikan  dari Pemotongan PPh Pasal 23
   a. Penghasilan  yang dibayar atau terutang kepada bank;
   b. Sewa yang  dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
   c. Dividen atau  bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam  negeri,  koperasi,BUMN/BUMD, dari penyertaan modal  pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
       1. dividen berasal dari cadangan laba yang  ditahan;
       2. bagi perseroan terbatas, BUMN/D,  kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari  jumlah   modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham  tersebut;
   d. Bunga obligasi  yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 (lima) tahun  pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha;
   e. Bagian laba  yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya  tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,  perkumpulan, firma dan kongsi;
   f.  SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi  kepada anggotanya;
   g. Bunga simpanan  anggota koperasi yang tidak melebihi jumlah Rp. 240.000.00 setiap bulan.

Saat Terutang,  Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 23
   a. PPh Pasal 23  terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung  peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
    b. PPh Pasal 23  disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim  berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
   c. SPT Masa  disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah  Masa Pajak berakhir.

Bukti Pemotong  PPh Pasal 23
Pemotong Pajak  harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi  atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.


PPh Pasal 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
I. Pengertian
   Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah  PPh yang dipungut oleh:
   1. Bendaharawan Pemerintah  Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan  pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau  kegiatan usaha di bidang lain.
II. Pemungut & Objek PPh Pasal 22
1. Bank Devisa dan  Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;                                  2. Direktorat  Jenderal Anggaran (DJA), Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan  pembayaran, atas pembelian barang;
3. BUMN/BUMD yang  melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara  (APBN)dan atau belanja daerah (APBD);
4. Bank Indonesia  (Bl), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik  (BULOG), PT.Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara  (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT.Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan  bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananyabersumber baik dari  APBN maupun dari non APBN;
5. Industri semen,  industri rokok putih, industri kertas, industri baja dan industri otomotif,  yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil  produksinya di dalam negeri;
6. Pertamina serta  badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix,  super TT dan gas, atas penjualan hasil produksinya.
7. Industri dan  eksportir perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh  Kepala Kantor Pelayanan Paja, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan  industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

  
III. Tarif PPh  Pasal 22
   1. Atas impor:
      a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir  (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
      b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh  setengah persen) dari nilai impor;
      c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah  persen) dari harga jual lelang.
  
2. Atas pembelian  barang yang dilakukan oleh DJA, Bendaharawan Pemerintah, BUMN/BUMD (angka II  butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian dan  tidak final.

3. Atas penjualan  hasil produksi (angka II butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur  Jenderal Pajak, yaitu:
   – Kertas = 0.1% x  DPP PPN (Tidak Final)
   – Semen = 0.25% x  DPP PPN (Tidak Final)
   – Baja = 0.3% x  DPP PPN (Tidak Final)
   – Rokok = 0.15% x Harga Bandrol (Final)
   – Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak  Final)

IV. Pengecualian  Pemungutan PPh Pasal 22
   1. Impor barang  dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan  perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas  (SKB).
   2. Impor barang  yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan  oleh DJBC.
   3. Impor sementara  jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan  dilaksanakan oleh Dirjen BC.
   4. Pembayaran atas  pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000,-  (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
   5. Pembayaran  untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda  pos.
   6. Emas batangan yang  akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan  ekspor, dinyatakan dengan SKB.
   7.  Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan  Kas Negara.
   8. Impor kembali  (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC.
   9. Pembayaran  untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.

V. Saat Terutang  dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
   1. Atas impor  barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam  hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang  dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
   2. Atas pembelian  barang (angka II butir 2,3, dan 4) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
   3. Atas penjualan  hasil produksi (angka II butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
   4. Atas penjualan  hasil produksi (angka II butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah  Pengeluaran Barang (Delivery Order);
   5. Atas pembelian  bahan-bahan (angka II butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.

VI. Tata Cara  Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
   1. PPh Pasal 22  atas impor barang (angka II butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan  formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP).PPh Pasal 22 atas impor  barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos  dan Giro dalam jangka waktu 1(satu) hari setelah pemungutan pajak dan  dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu  penyetoran pajak berakhir.
   2. PPh Pasal 22  atas pembelian barang (angka II butir 2 dan 3) disetor oleh pemungut atas nama  dan NPWP Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif  pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang.  Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu:
   – lembar pertama  untuk pembeli;
   – lembar kedua  sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
   – lembar ketiga  untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir.
   3. PPh Pasal 22  atas pembelian barang (angka II butir 4) disetor oleh pemungut atas nama Wajib  Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10  (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan  menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa  pajak berakhir.
   4. PPh Pasal 22  atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut  atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat  tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP.  Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah  masa pajak berakhir.
   5. PPh Pasal 22  atas penjualan hasil produksi (angka II butir6) disetor sendiri oleh Wajib  Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah  Pengeluaran Barang (delivery order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut  wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
   – lembar pertama  untuk pembeli;
   – lembar kedua  sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
   – lembar ketiga  untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

Pelaporan  dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20  (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.


Belajar dari awal

Pertama mengenal komputer di tahun1993, tidak secanggih saat ini. Untuk memulai menghidupkan komputer saja harus menggunakan disket DOS, lalu setelah hidup barulah menggantinya dengan disket program (seperti Wordstar,Lotus, dll) dan di floppy disk yang satunya dimasukkan disket data. Hehehe….. kokkatrok banget ya.

Tapi saat ini,teknologi informasi majunya pesat banget… jadi aku harus belajar dari awal lagi. Mudah-mudahan belum terlambat.


Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!